Sabtu, 18 Juni 2016

Tattoo Bukan Kriminal

Tato adalah gambar atau simbol pada kulit tubuh, yang diukir menggunakan alat sejenis jarum, dengan pigmen warna yang beragam. Bila semula tato merupakan bagian budaya ritual etnik tradisional, kini tato berkembang menjadi gaya hidup dan aksesoris budaya pop. Pada saat tato tradisional terancam punah, tato yang menjadi budaya pop semakin disenangi manusia modern. Orang-orang dewasa ini menggunakan tato sebagai bentuk ekspresi diri, dengan menempatkan tato di bagian mana saja pada tubuh mereka. Di Indonesia pernah ada suatu masa ketika tato dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Mereka yang memakai tato diidentikkan dengan penjahat dan orang nakal. Pokoknya golongan orang-orang yang hidup di jalan dan selalu dianggap mengacau ketentraman masyarakat.



Tanggapan negatif masyarakat tentang tato dan larangan memakai rajah atau tato bagi penganut agama tertentu, semakin menyempurnakan persepsi tato masyarakat sebagai sesuatu yang dilarang, haram, dan tidak boleh. Maka memakai tato dianggap sama dengan memberontak. Namun kini, persepsi pemberontakan yang melekat pada tato inilah yang menjadi populer dan dicari-cari anak muda. Orang-orang yang dikucilkan pun memakai tato sebagai simbol pemberontakan dan eksistensi diri mereka. Sedangkan anak-anak yang disingkirkan oleh keluarga, memakai tato sebagai simbol pembebasan. Fenomena yang berkembang sekarang adalah semakin banyak orang yang menghiasi tubuh mereka dengan tato di bagian-bagian tubuh yang sebelumnya jarang kita jumpai. Tidak hanya di bagian dada, bahu atau tangan saja. Tato telah merambah ke bagian-bagian utama seperti wajah bahkan di bagian yang paling sensitif.

Awalnya, bahan untuk membuat tato berasal dari arang tempurung yang dicampur dengan air tebu. Alat-alat yang digunakan masih sangat tradisional. Seperti tangkai kayu, jarum, dan pemukul dari batang. Orang-orang pedalaman masih menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional. Bangsa Eskimo misalnya, memakai jarum yang terbuat dari tulang binatang. Di kuil-kuil Shaolin menggunakan gentong tembaga yang dipanaskan untuk mencetak gambar naga pada kulit tubuh. Murid-murid Shaolin yang dianggap memenuhi syarat untuk mendapatkan simbol itu, dengan menempelkan kedua lengan mereka pada semacam cetakan gambar naga yang ada di kedua sisi gentong tembaga panas itu.



Jauh berbeda dengan sekarang. Saat ini, terutama di kalangan masyarakat perkotaan, pembuatan tato ditakukan dengan mesin listrik. Mesin ini ditemukan pada tahun 1891 di Inggris. Kemudian zat pewarnanya menggunakan tinta sintetis (tinta khusus tato). Bahkan, perusahaan Freedom-2 di Philadelphia telah menemukan serangkaian produk tinta yang lebih aman di kulit. Produk ini sudah disetujui Badan Urusan Makanan dan Obat-Obatan AS (FDA) untuk digunakan dalam dunia kosmetik, makanan, obat, dan peranti kedokteran  yang tentunya aman untuk tato.

Tato memang membutuhkan biaya relatif mahal untuk membuatnya, itu dikarenakan peralatan dan tinta tattoo sangat mahal juga. Selain dikarenakan alasan itu, dengan mahalnya membuat sebuah tatoo, masyarakat juga akan berpikir beberapa kali untuk membuat tattoo, karena tattoo permanen sulit untuk dihilangkan, meskipun mungkin, akan membutuhkan dana lebih banyak untuk ke spesialis kulit dan melakukan operasi laser untuk menghapus tattoo tersebut.

Pada sistem budaya yang berlainan, tato mempunyai makna dan fungsi yang berbeda-beda. Di Indonesia, pernah ada masa di mana tato dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Orang-orang yang memakai tato dianggap identik dengan penjahat, gali, dan orang nakal. Pokoknya golongan orang-orang yang hidup di jalan dan selalu dianggap mengacau ketentraman masyarakat. Anggapan negatif seperti ini secara tidak langsung mendapat "pengesahan" ketika pada tahun 1980-an terjadi penembakan misterius terhadap ribuan gali (penjahat kambuhan)  yang suka mengganggu ketentraman masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Bagaimana cara mengetahui bahwa seseorang itu penjahat dan layak dibunuh? Beberapa Aspek Seni Rupa Indonesia Sejak Tahun 1966 (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997) menyebutkan bahwa para penjahat kambuhan itu kebanyakan diidentifikasi melalui tato, untuk kemudian ditembak secara rahasia, lalu mayatnya ditaruh dalam karung dan dibuang di sembarang tempat seperti sampah.

Sebelum tato dianggap sebagai sesuatu yang modis, trendi, dan fashionable seperti sekarang ini, tato memang dekat dengan budaya pemberontakan. Anggapan negatif masyarakat tentang tato dan larangan memakai rajah atau tato bagi penganut agama tertentu semakin menyempurnakan citra tato sebagai sesuatu yang dilarang, haram, dan tidak boleh digunakan. Maka memakai tato sama dengan memberontak terhadap tatanan nilai sosial yang ada, sama dengan membebaskan diri terhadap segala tabu dan norma-norma masyarakat yang membelenggu. Orang-orang yang dipinggirkan oleh masyarakat memakai tato sebagai simbol pemberontakan dan eksistensi diri. Anak-anak yang disingkirkan oleh keluarga memakai tato sebagai simbol pembebasan. Setiap zaman melahirkan konstruksi tubuhnya sendiri-sendiri. Dulu tato dianggap jelek, sekarang tato dianggap sebagai sesuatu yang modis dan trendi. Jika era ini berakhir, entah tato akan dianggap sebagai apa. Mungkin status kelas sosial, mungkin sekadar perhiasan, atau yang lain.



Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal tato namun tato menjadi sebuah hal yang tabu karena adanya unsur agama dan fungsi tato sebelumnya yang digunakan sebagai simbol bagi penjahat. Pada tahun 1960an, para penjahat ditandai dengan tato yang kemudian muncul sebuah istilah tato penjara. Joshua Barker adalah salah satu peneliti yang pernah meneliti tato di Indonesia, Barker menemukan bahwa dalam masyarakat modern Indonesia, tato masih menjadi sebuah hal yang tabu karena memiliki kesan erat dengan kriminalitas. Pada era abad 20 ini, masyarakat Indonesia sudah dapat menerima tato sebagai suatu bentuk seni meskipun tetap ada kesan negatif bagi pengguna tato. Dengan semua uraian diatas mari kita kumandangkan "TATTOO IS NOT CRIME".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar